Aku
merindukan kampung halamanku yang terletak di desa Sukamaju.Di desa inilah
tempat aku dilahirkan. Semenjak aku bekerja di Jakarta, rasanya aku ingin
pulang ke kampung halamanku bertemu dengan ibu dan bapak yang sangat aku
rindukan. Kebetulan aku mendapat cuti dari perusahaan tempatku bekerja. Aku
membereskan baju-baju, lalu memasukkan baju ke dalam koper. Rasanya aku ingin
bertemu dengan bapak dan ibu untuk melepaskan kerinduanku. Setelah aku
membereskan baju-baju, aku langsung menuju terminal untuk naik bus ke Semarang.
Memasuki daerah Semarang, melihat pemandangan yang tak pernah kulihat di Jakarta.
Pemandangan yang indah, hembusan angin yang sejuk, udara pun terasa lebih segar
jika dibandingkan
udara di perkotaan yang banyak mengandung asap kendaraan di jalan-jalan raya.
Kampungku
merupakan daerah yang masih asri, terlihat banyak pepohonan rapi berjajar
seperti tentara yang sedang berbaris. Dedaunan melambai-lambai tertiup angin
bagaikan tangan yang menyambut kehadiran setiap orang yang datang. Alamnya
masih belum tersentuh oleh tangan-tangan jahil. Ditambah lagi udaranya yang
sejuk nan segar membuat orang yang
berkunjung tidak ingin buru-buru meninggalkannya.
Setelah sampai didesa, ibu berdiri
di depan pintu.
“Nida?” Sambil memelukku. “Apa
kabar kamu, Nak? Sudah lama kamu tak pulang ke kampung. Ibu rindu sekali
denganmu,” memeluk dengan erat.
“Alhamdulillah baik Bu. Nida senang
sekali bisa bertemu dengan Ibu. Nida juga rindu dengan Ibu.”aku pun membalas
pelukkan ibu.
“Apa kamu sudah makan, Nak?”
“Ibu memang mengerti isi perutku,
daritadi cacing di perut sudah main keroncongan hehehe,” candaku. Lalu aku
menuju ke dapur. Ternyata di meja sudah tersedia makanan kesukaanku, ayam
goreng. Aku menyantap ayam goreng dengan lahap.
Handphoneku berbunyi bertanda ada pesan masuk, lalu kubuka
pesan masuk dari Farah.
“Assalamualaikum Nida, kamu sudah
balik dari Jakarta? Piye kabare?”
“Waalaikumsalam Farah, aku baru
sampai dari Jakarta, Alhamdulilah aku sehat,” balas smsku.
“Syukurlah kalau begitu. Nida di Masjid
Nurul Falah ada acara Maulid Nabi, kamu mau ikut?” Ajaknya.
“Iya, aku mau ikut.”
“Yasudah. Nanti aku ke rumah kamu
ya, Nid.”
“Oke, aku tunggu.”
“Siip,” balasnya.
Tok... tok... tok...
“Assalamuaikum.”
“Waalaikumsalam,” jawab ibu.“Eh ada
nak Farah, silahkan masuk.“ ibu mempersilahkan Farah untuk masuk.
“Permisi Bu, ada Nidanya?” Tanyanya.
“Kebetulan nak Farah, Nida baru
saja sampai dari Jakarta. Silahkan duduk, nanti ibu panggilkan Nida.”
Ibu pun memanggil Nida untuk
menemui Farah
“Nida, ada temanmu.”
“Iya bu.” akupun menghampiri Farah.
***
Aku dan Farah menghadiri acara
Maulid Nabi yang diadakan di Masjid Nurul Falah kebetulan masjid itu tidak
terlalu jauh dari rumahku. “Ibu, aku mau menghadiri acara Maulid Nabi di Masjid
Nurul Falah.” Aku pun pamit kepada ibu.
Sampai di masjid aku bertemu dengan
seorang pemuda yang menggunakan baju koko putih dan sarung berwarna hijau serta
memakai peci. Aku langsung menundukkan kepalaku saat melihat pemuda itu, aku
takut jika aku lama menatapnya akan muncul zina mata.
“Nida, ayo masuk.” Farah mengajakku
masuk ke dalam Masjid.
“Iya, ayo kita masuk,” jawabku. Lalu
kami berdua pun masuk kedalam masjid.
Terdengar suara Qori yang sedang membaca lantunan ayat
suci Al-qur’an. “Subhanallah, siapakah yang sedang membaca ayat-ayat suci ini?”Batinku.
Suaranya begitu merdu didengar. Aku pun penasaran siapa yang sedang membaca Al-qur’an.Ternyata
seorang pemuda yang kulihat di depan masjid tadi.
Acara pun terus berlanjut. Aku tidak
fokus mendengarkan ceramah yang dibawakan oleh ustad, pikiranku hanya
memikirkan seorang pemuda yansg kutemui di depan masjid.
Acara pun telah selesai, aku dan Farah
berpapasan dengan seorang pemuda yang kulihat tadi.
“Assalamualaikum, ukhti,” ia
memberikan salam kepada kami
“Waalaikumsalam,” kami pun menjawab
salam.
“Hasbi, kenalin ini teman lama aku,
namanya Aulia Nida,” Farah pun memperkenalkan Hasbi kepadaku.
“Panggil aku Nida saja,”aku pun
memperkenalkan diri kepadanya.
“Salam kenal Nida,” Ia tersenyum
padaku, lalu segera mengalihkan tatapannya.
“Yasudah, aku pulang dulu ya,”
pamit Hasbi kepada kami.
***
“Farah, Hasbi iku sopo? Aku kok belum pernah liat dia dikampung ini.” tanyaku.
“Hasbi itu anak dari Ustadz Hilman.
Yaiyalah kamu gak pernah liat dia di kampung ini, kamu kan kerja di Jakarta,”
jawabnya.
“Tapi,selama aku tinggal di kampung
dan belum kerja ke Jakarta aku tidak pernah liat anaknya ustadz Hilman,”kataku dengan
nada penasaran.
“Hasbi kuliah di Mesir. Sebelum
kamu balik ke kampung dia udah pulang ke kampung ini.”
“Jadi, dia baru pulang dari Mesir?”
“Iya, yaudah aku gak bisa mampir ke
rumah kamu. Ibuku menyuruhku untuk mengantarkan makanan ke bapak,” pamit Farah.
***
Aku merasa begitu aneh malam ini,
aku baru bertemu dengan Hasbi seluruh pikiranku hanya terpusat kepadanya. Sekilas
pertanyaan yang ada dipikiranku, apakah aku jatuh cinta kepadanya? Banyak orang
yang bilang jatuh cinta pada pandangan pertama, apakah ini yang sedang terjadi
padaku? “Ya Allah jika hamba jatuh cinta, dekatkanlah hamba dengan seseorang
yang bisa mendekatkan diriku dari-Mu Ya Rabb,” seruku dalam hati.
Tok... tok... tok...
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu
dan menyadarkanku dalam lamunan.
“Nida, kamu udah salat Isya belum,
Nak?” Suara ibu terdengar dari depan pintu kamarku.
Aku pun membukakan pintu,
“Astagfirullah, Nida belum salat Isya bu.”
“Kamu salat Isya dulu Nak, selesai
salat kamu tidur ya ini sudah malam!.”
“iya, Bu.”
***
Pada pukul 03.00 aku terbangun dari
tidurku. Kulangkahkan kakiku untuk mengambil air wudhu dan mengambil mukena di
lemari. Lalu aku melakukan salat tahajud. Selesai melakukan salam, kutadahkan
tanganku untuk berdoa “Ya Allah, utuslah seorang suami yang saleh untuk
melamarku, condongkanlah hatinya kepadaku. Jika jodoh hamba jauh, maka
dekatkanlah kepada hamba. Jika jodoh hamba dekat, maka pertemukanlah hamba
dengan jodoh hamba dengan cara yang engkau ridhai.Berilah hamba jodoh yang
terbaik untuk diri hamba, agama hamba, dan orang tua hamba. Sesungguhnya Engkau
Maha Mengetahui apa yang tidak hamba ketahui. Aamiin,” selesai melakukan salat aku langsung
melanjutkan tidur.
Jarum jam terus berputar, malam
yang gelap berganti dengan fajar yang mulai menyingsing.Ayam pun mulai
berkokok, adzan Subuh berkumandang membangunkanku dari tidur. Aku melakukan Salat
Subuh berjamaah di rumah. Selesai melakukan salat, aku memakai khimar lalu pergi
kepasar dengan menggunakan sepeda. Kulihat jalanan sangat sepi, tak ada suara
kendaraan yang melintas dan dinginnya udara yang tak pernah ku dapat di
Jakarta.
Sampai di pasar, aku pun langsung
membeli wortel, kentang, brokoli, buncis, seledri, bakso, dan kol. Setelah itu aku
pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku mulai memasak sayur sop. Kuambil
panci dan menaruhnya di atas kompor, sementara ibu mengulek bumbu. Kuambil
sayuran yang telah kupotong, dan memasukkan sayuran tersebut dan bumbu ke dalam
panci.
“Nida, kamu mau bantuin aku gak?”
“Bantuin apa, Far?”
“Bantuin ngajar di rumah singgah,
menggantikan guru yang berhalangan mengajar karena sakit.”
“Dengan senang hati aku mau
membantumu.”
“ ya sudah Selesai salat Zuhur, kamu
ke rumah singgah yang berada di Desa sebrang.”
“Iya Farah, nanti aku datang ke
rumh singgah.”
***
Matahari telah meninggi, namun
udara di kampung terasa sejuk. Terdengar suara adzan berkumandang, aku langsung
melakukan salat Zuhur. Selesai salat aku langsung pergi menuju rumah singgah.
Sesampainya di rumah singgah aku
bertemu dengan Hasbi.
“Assalamuailakum Nida,” dia tersenyum
ke arahku
“Waalaikumsalam Hasbi,” aku
langsung menundukkan kepala.
Aku ingin sekali melihat wajahmu,
tapi aku harus bisa menjaga mata ini dari pandangan yang bukan muhrimku, batinku
“Kamu ngajar di sini juga?” Tanyanya
“Farah meminta bantuan kepadaku
untuk mengganti guru yang sedang sakit,” jawabku.
“ya sudah, aku mau mengajar dulu
ya, aku sudah di tunggu sama anak-anak”
“Iya Hasbi, silahkan.”
Selesai mengajar, ku lihat Hasbi
dari keluar dari rumah singgah, Hasbi pun menghampiriku.
“Assalamualaikum Nida.”
“Waalaikumsalam Hasbi.”
“Bagaimana dengan hari pertama kamu
mengajar?,” tanya Hasbi
“Alhamdulilah lancar.”
“Kapan kamu balik ke Jakarta?.”
“Aku balik ke Jakarta sebulan lagi.”
“Nida, Abi mengadakan acara
pengajian di Masjid Nurul Falah, kalau kamu mau datang ke pengajian datang saja.”
“Iya Kapan?.”
“Selesai salat magrib.”
“Iya, insyaallah aku datang.”
“Ya sudah Nida, aku duluan ya aku
ingin membantu Abi untuk menyiapkan pengajian di Masjid,” pamit Hasbi.
“Iya, Hasbi”
***
Matahari terbenam, sesampainya di
rumah terdengar adzan subuh berkumandang lalu aku langsung salat magrib,
setelah aku melakuan salat magrib , aku pamit kepada ibu dan bapak untuk pergi
ke Masjid.
Di perjalanan aku bertemu dengan
Farah
“Nida?,” farah menyapaku
“Farah,” ku hentikan langkah kakiku
“Kamu datang juga ke Pengajian?,”
tanya Farah
“Iya, tadi sebelum aku pulang ke
rumah aku bertemu dengan Hasbi di rumah singgah, Hasbi mengajakku untuk datang
ke acara pengajian,” jawabku
“Oh gitu, ya sudah ayo kita pergi
ke Masjid nanti kita bisa terlambat,” lalu
kami menuju Masjid
Di Masjid ternyata sudah ramai, aku dan Farah
bertemu dengan Hasbi dan Ustdz Hilman.
“Assalamualaikum Ukhti,” sapa Hasbi
kepadaku dan Farah
“Waalaikumsalam Hasbi, Ustadz,”
kami pun membalas salam
Hasbi tersenyum kearahku, ternyata
Ustadz Hilman melihat Hasbi.
“Oh jadi ini yang namanya Nida,
yang serig di ceritakan sama Hasbi.”
“Uuust abi udah ah,” tingkah laku
Hasbi menjadi salah tingkah.
Aku pun tak mampu berkata apapun di
depan Hasbi dan Ustadz Hilman aku hanya bisa tersenyum sambil menundukkan
kepala
“Ya sudah yuuk, kita masuk ke dalam
Masjid” ajak Farah
Kami pun masuk ke dalam Masjid,
acara pengajian di mulai dengan membacakan Al-quran yang di bawakan oleh Hasbi subhanallah
terdengar indah suaramu saat kau baca al quran terlihat jelas saat kau
menghayati bacaan al quran batinku. Akupun langsung membuka Al-quran surah Al
Mulk. Tiba di ujung acara yaitu ceramah mengenai cinta yang halal yang
dibawakan oleh Ustdz Hilman. Acara pun telah selesai, Masjid mulai sepi aku dan
Farah keluar dari pintu. Tiba-tiba Ustdz Hilman memanggil ku dan Farah untuk
salat Isya berjamaah.
***
HP berdering membangunkanku dari
tidur terlelap, ku buka mata ternyata pesan masuk dari Farah
“Maaf Nida, aku mengganggu mu
malam-malam, aku binggung banget Nid.”
“Bingung kenapa Far?.
“Besok ada acara pengajian dan lagi
kekurangan orang untuk menjadi panitia.”
“Yaudah kalau begitu, aku mau
menjadi panitia.”
“Wah syukurlah kalau kamu mau jadi
panitia.”
“Kapan Far dan dimana tempat
pengajiannya?.”
“Kita berangkat besok pagi, karena
kita harus menyipkan perlengkapan untuk pengajian. Besok subuh kita pergi ke
pasar dulu ya Nida karena aku harus membeli konsumsi.”
“Iya Farah.”
***
Langit malam yang tadinya hitam kelam, kini
memerah, menandakan pertukaran malam menjadi pagi.
Aku bersama Farah pergi ke pasar membeli snack
untuk pengajian. Selesai pergi ke pasar aku pulang ke rumah Farah untuk
membantu memasukan snack ke dalam
Plastik. Selesai mempersiapkan konsumsi aku dan Farah pergi ke Masjid
***
Di
Masjid ku hitung jumlah konsumsi. Dari kejauhan sepertinya aku kenal seorang
pria menggunakan baju koko putih, celana hitam semakin dekat langkah pria itu
tersenyum ke arah ku dan ternyata pria itu ialah Hasbi.
Hasbi
pun mengahampiri
“Assalamualaikum”
sapa Hasbi
“Waalaikum
salam” jawabku dan Farah
“Bagaimana
konsumsi udah siap?,” tanya Hasbi
“Udah
Hasbi, tadi sudah ku hitung jumlahnya pas” jawabku
“Untuk
absensi para tamu gimana?.”
“Aku
sudah ngecek, para tamu yang hadir ada 100 orang,” jawab Farah
“Alhamdulilah syukurlah kalau
begitu, Farah kamu bagian absensi para tamu yang hadir ya! dan kamu Nida
bagikan Konsumsi untuk para tamu yang hadir!”
“iya” jawabku dan Farah
***
acara
demi acara terus berlanjut hingga acara pun telah selesai, aku berpapasan
dengan Hasbi di Majid. Hasbi mengutarakan keinginannya untuk datang ke rumahku
aku hanya bisa bilang iya dengan nada malu-malu lalu aku pulang ke rumah.
***
Malam
hanya di temani dengan bintang-bintang bertaburan menghiasi langit terdengar
suara ketukan pintu ternyata Habi datang ke Rumahku . Akupun mempersilahkan
Hasbi untuk masuk, lalu bapak dan ibu keluar dari kamar menghampiri Hasbi dan
Mempersilahkan Hasbi untuk duduk. Aku tak bisa menyembunyikan getar-getar
senandung cinta mendengar Hasbi ingin mengenalku lebih dekat kepada Bapak, dengan
bahasa penuh makna. Sudah lama Hasbi ingin mengenalku lebih dekat sayang,
kesibukkan Hasbi yang sulit untuk datang ke rumahku. Langit terasa bernanyi
untuk ku mengularkan nada yang indah, mendengar persetujuan Bapak kepada Hasbi
yang ingin bertaaruf denganku
***
Keesokkan
Harinya Hasbi datang ke rumah ku lagi, di temani dengan Ustadz Hilman.
Ketampanan Hasbi begitu terlihat karena hari itu, Hasbi menggunakan pakaian
yang berbeda dari busana yang biasa Hasbi kenakan. Lalu ibu dan bapak
mengajakku duduk bersama Hasbi dan di temani oleh ayahnya. Perbincangan hangat
seputar diriku dan Hasbi terus mengalir.
Dua
Minggu kami melakukan pengenalan lebih dekat secara kekeluargaan, lalu kami
melanjutkan ke jenjang pernikahan. Hari yang sangat dinantikan terucap ijab dan
qobul dari mulut Hasbi di depan waliku.
“Keberaniannya
tak diragukan lagi, mengubah status haram menjadi halal denganku. Ya Rabb,
nikmat yang manakah yang sanggup aku dustakan? Kau kabulkan doaku saat aku
ingin menuju ridhamu, menuju ibadah-Mu dengan segera. Kau kirimkan aku seorang
imam yang takut akan murka-Mu,” batinku.
0 komentar:
Posting Komentar